Sabtu, 08 November 2014

Bunga melati (Jasminum sambac) merupakan bunga yang tak pernah lekang dimakan waktu. Salah satu puspa bangsa ini begitu lekat dengan keseharian masyarakat Indonesia. Bunga melati dengan bentuknya yang mungil, warnanya yang putih dan baunya yang harum merupakan simbol kesucian, keelokan budi dan kesederhanaan. Bunga melati bermanfaat sebagai bunga tabur, bahan industri minyak wangi, kosmetika, parfum, farmasi, penghias rangkaian bunga dan bahan campuran atau pengharum teh. Bunga melati memiliki kandungan sejumlah senyawa kimia penting seperti indole, linalcohol, asetat benzilic, alkohol benzilic, dan jasmon yang banyak digunakan sebagai obat demam, sakit kepala, sesak nafas, radang ginjal, sengatan lebah dan sebagainya.

Bunga melati cocok ditanam pada daerah yang terkena sinar matahari langsung. Bunga melati dapat diperbanyak dengan melalui stek batang yang terlebih dahulu ditumbuhkan pada polibag kecil dengan media berupa campuran tanah dan pasir. Stek batang  diambil dari batang yang medium, tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, sepanjang 10 – 15 cm. Lebih bagus lagi sebelum ditanam di polibag kecil, stek terlebih dahulu dicelupkan ke larutan rotone-F agar perakarannya cepat terbentuk. Selama pertumbuhannya, stek bunga melati perlu dirawat dengan baik. Pastikan bibit terkena sinar matahari pagi yang sangat baik, jangan lupa untuk disiram 1-2 kali sehari. Bibit stek bunga melati siap untuk dipindahkan ke lapangan atau pot- pot tanaman setelah memiliki perakaran yang baik yaitu sekitar 1-3 bulan. Bibit dapat dipindah ke lapangan ataupu ke pot dengan media berupa campuran tanah, pasir dan pupuk kandang 1 :1:1. 
Untuk tanaman yang dipindahkan ke dalam pot, pastikan pot memiliki aerasi yang cukup baik, serta terdapat lubang untuk keluar air yang berlebihan. Sebelum memasukkan media tanam dasar pot juga dapat ditambahkan dulu kerikil atau pecahan genteng untuk memastikan terdapat rongga udara bagi perakaran tanaman. Sedangkan untuk melati yang di tanam langsung ditanah baik untuk pagar maupun dalam bedengan pastikan tanah yang digunakan cukup gembur dan porous sehingga tanaman dapat tumbuh baik. Perawatan tanaman bunga melati sama dengan tanaman yang lain, antara lain harus disiram 1-2 kali sehari, disiangi gulma yang muncul serta jangan lupa diberikan pupuk agar tanaman tumbuh dengan baik. Pupuk yang digunakan selama pemeliharaan dapat menggunakan pupuk tunggal urea 2-3 g /tanaman, SP36 2 g/tanaman dan KCl 3 g/tanaman. Selain pupuk tunggal tanaman juga dapat diberikan pupuk cair atau pupuk daun yang ada dipasaran. Yang perlu diingat dalam pemberian pupuk daun adalah cara dan waktu pemberiannya. Pupuk daun sebaiknya diberikan dengan cara disemprotkan pada bagian daun tanaman pada jam sekitar jam 09-10 pagi atau jam 15-16 sore hari, pada jam tersebut stomata daun membuka sehingga pupuk lebih cepat dimanfaatkan tanaman,sedang di luar jam tersebut ada kemungkinan stomata daun telah menutup sehingga pemberian pupuk menjadi tidak efektif. Selain pupuk daun tanaman melati juga dapat diberikan Zat Pengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan untuk menambah produksi bunga zat perangsang bunga yang berpengaruh baik terhadap pembungaan melati adalah Cycocel (Chloromiguat) dan Etherel. Tanaman melati yang di semprot dengan Cycocel berkonsentrasi 5.000 ppm memberikan hasil bunga yang paling tinggi, yakni 1,45 kg/ tanaman. Cara pemberiannya: zat perangsang bunga disemprotkan pada seluruh bagian tanaman, terutama bagian ujung dan tunas-tunas pembungaan. Konsentrasi yang dianjurkan 3.000 ppm–5.000 ppm untuk Cycocel atau 500-1.500 ppm bila digunakan Ethrel.
Untuk menghindarkan serangan hama dan penyakit pada tanaman bunga melati yang terpenting adalah pencegahan yaitu dengan memilih bibit yang sehat, sanitasi kebun yang baik, dan pemupukan yang berimbang. Apabila ingin menggunakan pestisida maka harus dilakukan dengan melihat tingkat serangan dan dapat juga dengan memakai alternatif pestisida nabati yang dapat dibuat dengan bahan-bahan yang ada disekitar kita seperti kombinasi daun sirsak, daun mimba, lengkuas, tembakau dll. Pengendalian manual apabila tanaman terkena serangan ulat atau gejala penyakit yang disebabkan oleh jamur adalah dengan memotong bagian tanaman yang sakit dengan alat potong yang tajam kemudian membuangnya. Tanaman melati akan siap berbunga pada umur 7-12 bulan setelah tanam. Tentu saja perawatan penuh kasih sayang dari kitalah yang menentukan pertumbuhan dan kesehatan tanaman melati kita.
Beberapa manfaat bunga melati
  1. Obat Panu. Caranya cukup mudah, gosokkan bunga melati pada bagian kulit yang berpanu sampai bunga berwarna kehitam-hitaman, lakukanlah setelah mandi.
  2. Bengkak akibat serangan lebah : Bahan: 1 genggam bunga melati. Cara membuat: bahan tersebut diremas-remas sampai halus Cara menggunakan: ditempel pada bagian yang disengat lebah.
  3. Demam dan sakit kepala. Bahan: 1 genggam daun melati, 10 bunga melati. Cara membuat: bahan tersebut diremas-remas dengan tangan, kemudian direndam dengan air dalam rantang. Cara menggunakan: air rendaman ini digunakan untuk kompres dahi.
  4. Aroma terapi: minyak melati dapat digunakan untuk mengobati ketegangan saraf, stress, depresi, apatis, atau gangguan saraf yang lebih serius
  5. Menurunkan berat badan: teh bunga melati dapat bermanfaat untuk menurunkan berat badan dan memperlancar sirkulasi darah, secangkir teh bunga melati yang dikombinasikan dengan teh hijau akan dapat meningkatkan energi dan menyegarkan tubuh
  6. Sakit Mata : 1 genggam daun melati,dihaluskan lalu ditempel pada dahi, apabila sudah kering diganti baru, ulangi sampai sembuh
  7. Demam berdarah. Rebus 7 lembar daun melati dan 1,25 gram belimbing dalam 250 ml air hingga menjadi 1 gelas air saja. Setelah dingin, saring dan minumkan pada penderita demam berdarah. Lakukan 3 hari berturut-turut dengan dosis 8 gelas per hari.
  8. Mencegah insomnia: meminum secangkir teh bunga melati setelah jam 5 sore dapat mengurangi gejala insomnia.
sumber http://bbpp-lembang.info/index.php/arsip/artikel/artikel-pertanian/608-melati-si-puspa-bangsa

Aswindu Mukti Kurnia W 13274

Memproduksi Tepung dari Bahan Pisang


Disamping untuk konsumsi segar beberapa kultivar pisang di Indonesia juga
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri olahan pisang misalnya industri
kripik, sale dan tepung pisang.
Perkembangan kebun rakyat dan industri olahan di daerah sentra produksi,
dapat memberikan peluang baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap perluasan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja.
Pisang (Musa paradisiaca) sebagai salah satu tanaman buah-buahan
mempunyai potensi besar diolah menjadi tepung sebagai substitusi tepung
terigu. Tepung pisang merupakan produk antara yang cukup prospektif dalam
pengembangan sumber pangan lokal. Buah pisang cukup sesuai untuk
diproses menjadi tepung mengingat bahwa komponen utama penyusunnya
adalah karbohidrat (17,2-38%).
Produksi tepung pisang nasional mencapai 4.384.384 ton (BPS, 2003) dengan
nilai ekonomi sebesar Rp 6.5 triliun. Produksi tersebut sebagian besar dipanen
dari pertanaman kebun rakyat seluas 269.000 ha. Namun terkadang karena
keterbatasan teknologi yang dimiliki, hasil panen hanya dapat dipasarkan dalam
bentuk tandan buah segar. Selain keuntungan yang tidak terlalu besar,
terkadang petani juga menghadapi kendala dalam penanganan pasca panen
buah pisang terutama selama masa penyimpanan dan pengangkutan.
Sehingga tidak sedikit dari hasil panen tersebut mengalami cacat fisiologis
(busuk, penyet, terpotong, dll) yang akhirnya menurunkan kuantitas dan
kualitas buah pisang tersebut.
Adapun manfaat yang dapat dirasakan oleh petani dengan mengolah pisang
menjadi tepung antara lain: umur simpan lebih lama, memudahkan dalam
pengemasan dan pengangkutan bahan, diversifikasi menjadi berbagai produk
olahan, tepung pisang banyak dimanfaatkan sebagai campuran tepung terigu,
dan campuran makanan bayi, meningkatkan nilai tambah secara ekonomi,
memungkinkan untuk dilakukan fortofokasi sehingga dapat menambah nilai gizi
produk, menciptakan peluang usaha untuk pengembangan agroindustri
pedesaan.
Pada dasarnya semua jenis buah pisang mentah dapat diolah menjadi tepung,
tapi warna tepung yang dihasilkan bervariasi, karena dipengaruhi oleh tingkat
ketuaan buah, jenis buah dan cara pengolahan.
Tepun pisang dapat dibuat dari buah pisang yang masih mentah namun yang
sudah cukup tua.
Tahapan proses pembuatannya sebagai berikut:
Pemanasan dan pengupasan, wadah pemanas diletakkan di atas api (tungku
atau kompor), kemudian dibiarkan sampai panas. Setelah itu pisang
dimasukkan sampai penuh, dan wadah ditutup. Sementara itu api tetap
dinyalakan. Jika pisang telah cukupmendapat pemanasan (biasanya selama 15
menit), api dimatikan dan pisang dibiarkan dingin.
Pisang yang telah cukup mendapat pemanasan, kulitnya menjadi kusam dan
layu, serta kulitnya tidak bergetah lagi jika dikupas. Pisang yang telah dingin
dikupas dengan pisau, atau dengan bilah bambu yang pipih yang dibentuk
seperti mata pisau. Pisang yang sudah dikupas kulitnya kemudian dimasukkan
dan direndam dalam larutan asam sitrat 0,5% selama 10-15 menit untuk
mencegah reaksi pencoklatan (brouwning) pada daging buah pisang.
Pemotongan, pisang yang telah dikupas dipotong-potong melintang atau
menyerong. Semakin kecil ukuran potongan semakin baik, karena akan
semakin cepat kering jika dikeringkan. Pemotongan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemotong mekanis atau secara manual disesuaikan dengan
volume produksinya. Irisan pisang kemudian dimasukkan dan direndam
kembali dalam larutan asam sitrat 0,5% selama 30 menit. Setelah itu irisan
pisang ditiriskan sebelum digiling.
Pengeringan, potongan pisang dihamparkan di atas tampah atau nyiru yang
anyamannya jarang, kemudian disusun di rak-rak pengeringan. Setelah itu
dilakukan penjemuran sampai potongan pisang kering. Pengeringan dapat
dilakukan dengan menggunakan alat pengering mekanis.
Pada saat langit berawan atau hari hujan, tapi tidak tersedia alat pengering,
pengeringan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: Di atas api (api
unggun, api dapur dan api kompor) diletakkan seng gelombang (jarang 20-30
cm). Di atas seng gelombang tersebut diletakkan tampah yang berisi potongan
pisang. Penjemuran atau pengeringan dilakukan sampai bahan benar-benar
kering dengan tanda mengerasnya bahan, tapi mudah dipatahkan (rapuh).
Hasil pengeringan ini disebut dengan potongan pisang kering (gaplek pisang).
Penyimpanan gaplek pisang, gaplek pisang dapat disimpan lama, jika bahan
disimpan pada wadah tertutup yang tidak dapat dimasukki oleh uap air dan
serangga. Disarankan menggunakan kantong plastik tebal untuk mengemas
gaplek pisang, kemudian kantong tersebut dimasukkan ke dalam kotak kaleng
yang dapat ditutup rapat.
Penggilingan, gaplek pisang digiling dengan alat penggiling, sampai halus (80
mesh). Jika perlu untuk lebih baik dilakukan pengayakan tepung hasil
penggilingan untuk memisahkan tepung yang ukurannya kasar/besar dan
menghilangkan kotoran dan pecahan serbuk logam dari mesin penggiling. Hasil
penggilingan ini disebut dengan tepung pisang.

Fajar Kurniawan, STP
Penulis dari BPTP Sumsel
Dimuat dalam Tabloid Sinar Tani, 18 Pebruari 2009
sumber gambar : http://www.sajiansedap.com/images/detail/1293095430detail_JIKRES_131-08_KUE_PISANG_KUKUS_TEPUNG_BERAS_APW05.jpg

FIKRI ALFANDY 13297

Membuat Media Tumbuh Anggrek

Media tumbuh yang baik bagi anggrek (famili Orchidaceae) harus memenuhi
beberapa persyaratan, antara lain tidak lekas melapuk dan terdekomposisi, tidak
menjadi sumber penyakit bagi tanaman, mempunyai aerasi dan draenase yang
baik serta lancar, mampu mengikat air dan zat-zat hara secara optimal, dapat
mempertahankan kelembaban di sekitar akar, untuk pertumbuhan anggrek
dibutuhkan ph media 5-6, ramah lingkungan serta mudah didapat dan relatif
murah harganya.
Media tumbuh tanaman anggrek yang umum digunakan adalah arang, pakis,
moss, potongan kayu, potongan bata atau genting, serutan kayu, kulit pinus dan
serabut kelapa. Masing-masing bahan media tersebut mempunyai pengaruh
yang berbeda terhadap pertumbuhan anggrek, tergantung jenis, agroklimat
lingkungan, dan lokasi lahan. Contohnya: faktor ketinggian tempat dan
kelembaban. Penggunaan ragam media di daerah dingin, lembab dan bercurah
hujan tinggi berbeda dengan daerah panas. Di daerah dingin sebaiknya pilih
media yang sangat porous dan sedikit menyerap air. Meningkatnya kelembaban
karena air berlebih mampu mengundang penyakit sehingga akar menjadi kurang
sehat. Sebaliknya di daerah panas pilih media yang mampu menyerap air.
Media yang digunakan untuk budidaya anggrek umumnya secara tunggal atau
campuran. Sebelum memilih kenali karakter masing-masing media. Pada Balai
Penelitian Tanaman Hias Jakarta, penelitian media tumbuh untuk tanaman
anggrek telah dilakukan sejak tahun 1994/1995 terhadap beberapa bahan
seperti arang, bagas tebu, sabut kelapa dan sabut kelapa sawit semuanya
mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai media tumbuh. Pada tahun
1997/1998, penelitian tersebut dilanjutkan dengan berbagai bahan seperti batu
apung, batu marus, batu split, stereofoam, rockwool dan sabut kelapa pot.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa batu marus, batu split dan sabut kelapa pot
potensial untuk dikembangkan karena daya tahannya cukup lama. Menurut Putri
(1998) pada tanaman hias telah berkembang penggunaan media tanam
anorganik seperti perlit, pasir, batu apung dan zeolit. Sedangkan Handreck &
Black (1994) mengemukakan di Australia bahan pilihan media tanam dalam pot
dapat digunakan baik organik seperti limbah pertanian, serbuk gergaji kayu,
peatmoss, sekam padi, bagas tebu, serbuk dan serat daun kelapa, kompos,
campuran kompos dan pasir, maupun anorganik seperti limbah industri, perlit,
vermikulit, stereofoam, batu apung, rockwool, zeolit dan lain-lain.
Persiapan Media
Untuk mempersiapkan media tanam anggrek harus diketahui sifat dan jenis
media yang akan digunakan, gunanya untuk menentukan perlakuan media
sebelum anggrek ditanam.
Tahapan pengisian media dalam pot adalah pertama, sebelum dimanfaatkan,
terlebih dahulu media disterilisasi dengan merendamnya dalam larutan fungisida
Benlate 2g/l, selama 24 jam agar terbebas dari hama dan penyakit. Kedua,
siapkan pot yang sudah bersih dari lumut dan jamur. Ketiga, isikan pecahanpecahan
batu bata pada dasar pot kira-kira 1/3 bagian pot yang berfungsi untuk
aerase dan draenase. Keempat, masukkan arang kayu dan diatasnya
tambahkan potongan atau cacahan pakis.
Kelima, tanam bibit anggrek dalam pot yang telah diisi media. Keenam,
penggantian media (Reppoting) dilakukan 2 tahun sekali yaitu jika: Tanaman
dalam pot sudah penuh (padat); Medium lama sudah hancur, sehingga
menyebabkan medium bersifat asam, bisa menjadi sumber penyakit.
Kombinasi Beberapa Media
Petani anggrek sering menggunakan campuran beberapa jenis media dalam
menanam anggrek, sehingga diperoleh media pertumbuhan yang lebih baik.
Misal kaliandra dicampur dengan arang atau pakis dicampur dengan arang,
penggunaaannya dibagian dasar diisi arang hingga seperempat atau sepertiga
tinggi pot, lalu dibagian atas dilapisi kaliandra. Demikian pula penggunaan pakis
dan arang. Arang dibawah ; pakis diatas.
Untuk 3 jenis bahan misalnya arang, pakis dan kaliandra ; arang, pakis dan kulit
pinus ; arang, sabut kelapa dan pakis; atau ada yang menggunakan cacahan
pakis : kaliandra : arang : batu bata dengan perbandingan 1:1:1:1/2.
Penggunaan media campuran cenderung mendorong pertumbuhan anggrek
menjadi lebih baik dibanding dengan media tunggal. Karena masing-masing
media dapat saling mendukung, contohnya: pecahan genteng umum digunakan
untuk dasar pot karena memperlancar aerasi dan draenase.
Namun kemampuannya dalam menyerap air dan hara sangatlah kurang.
Kelemahan itulah yang ditutupi oleh pakis dan kulit pinus diatasnya. Campuran
dua macam bahan dapat memperbaiki kekurangan sifat masing-masing bahan
antara lain kecepatan pelapukan, tingkat pelapukan, tingkat tersedianya hara
dan kondisi kelembaban dalam media tanam.

Ir. Benamehuli Ginting
KP Penelitian Tanaman Hias, Deptan
Dimuat pada surat kabar Sinar Tani, 7 – 13 Mei 2008
sumber foto : http://tanamanbunga.com/wp-content/uploads/2013/10/media-tanam-anggrek.jpg

FIKRI ALFANDY KELOMPOK 8 13297
Aeroponik Bertemu Vertikultur


            Seratus empat puluh pipa putih itu berjajar rapi. Diameter pipa 17 cm dan panjang 3,65 m. ratusan pipa menggantung dari langit-langit greenhouse. Ujung bagian bawah pipa tidak menyentuh permukaan tanah, sekitar 10 cm diatas lantai greenhouse seluas 280 m2. Sebuah tutup menyerupai corong menyambung ujung pipa ke tandon air dibawah lantai alias groundtank. Disekujur pipa tampak selada boston yang hijau tumbuh segar.

            Itulah panorama greenhouse untuk budidaya hidroponik di Philadelphia, Negara bagian Pennsylvania, Amerika Serikat. Frank Fendler yang mengelola greenhouse itu menyatakan bahwa pipa yang digunakan berstandar food grade alias plastik yang aman untuk makanan. Setiap pipa terdiri atas 64 tanaman yang dibudidayakan secara aeroponik. Secara harfiah aeroponik berarti bercocok tanam di udara. Pada aeroponik akar tumbuh diudara tanpa media tanam. Pemberian nutrisi dengan penyemprotkan larutan hara secara berkala.
            Frank memodifikasi teknik aeroponik untuk menanam sayuran daun. Ia tak menerapkan teknik budidaya aeroponik seperti pada umumnya, yaitu menyemprotkan larutan nutrisi dari bawah ke akar tanaman. Di greenhouse itu nutrisi mengalir dari pipa di atas talang dengan interval 6 menit. Setelah itu pasokan air terhenti selama 30 menit, begitu seterusnya. Tanaman menyerap nutrisi yang jatuh dan mengenai akar. Gaya gravitasi memperkaya kandungan oksigen dalam air.
            Di ujung pipa ada saluran yang mengalirkan air menuju tangki bawah tanah. Frank sengaja meletakkan tanki di bawah tanah untuk mendinginkan larutan nutrisi agar suhu air terjaga pada 120C. Meski pipa yang digunakan sangat tinggi, pekerja yang memanen tidak perlu memanjat. Mereka tinggal mencopot pipa tanam lalu mengirim kebagian pengemasan. Di sana petugas langsung mengemas selada berbobot 250 g per pak. Berikutnya, pekerja mencuci bersih pipa tanam sebelum memasang untuk penanaman kembali.
            Selain mengelola greenhouse, Frank juga menjadi konsultan teknologi budidaya nirtanah bagi suku Amish di Amerika Serikat. Frank mengatakan, suku Amish yang sederhana itu mulai beraeroponik dalam greenhouse sejak 2010. Mulanya mereka menolak perubahan dan pola hidup modern. Penerangan dirumah hanya lampu dari minyak tanah. Mereka biasa menjalani aktivitas sehari-hari tanpa radio, televisi, telepon, atau perangkat elektronik, maupun telekomunikasi. Untuk memasak, mereka menghindari kompor gas atau kompor listrik, melainkan tungku kayu bakar. Tungku itu juga berguna sebagai penghangat saat malam.
            Suku yang datang pada abad ke-18 itu berprofesi sebagai petani. Mereka mengolah kebun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Teknologi greenhouse pun berhasil diterapkan berkat Frank berteman dengan anggota suku Amish. Frank mengontrol iklim dalam greenhouse dengan komputer. Semuanya telah terukur mulai dari suhu, kelebapan, nutrisi, hingga panen. Suku Amish cepat beradaptasi dengan teknik aeroponik itu karena greenhouse tersebut nirlistrik. Kebutuhan listrik terpenuhi dari panel surya yang terpasang diatap.
            Atap greenhouse dapat membuka dan menutup sesusai dengan suhu di dalam. Di bawah atap terdapat jaring penaung yang juga bisa dibuka tutup. Pada musim panas, jaring penaung selalu ditutup. Adapun pada musim dingin jaring dibuka pada pukul 06.00-16.30. Tujuannya untuk menangkap sinar matahari. Pada malam hari, shading greenhouse menutup sehingga sinar matahari yang terperangkap memantul kembali ke tanaman.
Dengan sistem seperti ini memungkinkan panen 6-8 kali per tahun. Pada musim panas pemanenan selada dilakukan saat 4 minggu setelah tanam. Namun pada musim dingin lebih lama 2-3 minggu disbanding musim panas. Masalah besar beraeroponik di Philadephia adalah soal rasa. Cita rasa sayuran saat musim panas berbeda dengan sayuran hasil budidaya saat musim dingin.


DAFTAR PUSTAKA

Susilo, K. R. 2014, Januari. Aeroponik Bertemu Vertikultur. Trubus 530 (XLV): 24-25.
Sumber gambar: photobucket.com





Afiffah Ikhsanti
13289
Kelompok 8
Golongan B4